Tradisi Ma’nene– Bangsa Indonesia sangat identik dengan berbagai macam suku bangsa, adat istiadat, tradisi, bahasa dan agamanya dapat dipandang sebagai perwujudan kebudayaan. Kebudayaan umumnya dikatakan sebagai proses atau hasil dari krida, cipta, rasa, dan karsa manusia dalam upaya menjawab tantangan kehidupan yang berasal dari alam sekelilingnya. Negara Indonesia merupakan salah satu negara yang kaya akan kebudayaan dan adat istiadatnya.
Kabupaten Toraja Utara merupakan salah satu Kabupaten yang terletak di Sulawesi
Selatan yang masih berpegang erat pada adat istiadat dan terkenal dengan budayanya yang unik. Masyarakat Toraja masih tetap mempertahankan adat istiadat dan budaya warisan nenek moyangnya hingga zaman modern seperti sekarang ini.
Bagi masyarakat Toraja, riwayat panjang leluhur mereka harus dijaga dengan menghormati mereka yang sudah meninggal. Di dalamnya terdapat banyak upacara kematian untuk menghormati jenazah keluarga atau tetua adat. Adapun tradisi-tradisi yang masih bertahan sampai sekarang ini ialah dalam perkawinan dan kematian.
Komunitas adat masyarakat Baruppu yang terletak di Kabupaten Toraja Utara Provinsi
Sulawesi Selatan merupakan komunitas yang menekuni budaya Ma’nene secara mendalam.
Budaya ini merupakan salah satu peninggalan nenek moyang yang harus mereka lestarikan.
Budaya Ma’nene yang rutin diadakan oleh masyarakat Baruppu ini setiap tahunnya penuh dengan simbol- simbol yang menitipkan suatu pesan atau makna yang mendalam yang tentunya diwariskan oleh para leluhur mereka.
Daftar isi
Pelaksanaan Upacara Ma’nene
Upacara mengenang leluhur atau yang lebih dikenal masyarakat sekitar dengan sebutan
Ma’nene dilaksanakan tiga tahun sekali setelah panen. Upacara ini adalah salah satu
kebudayaan yang unik bagi masyarakat Toraja yang masih di lestarikan sampai saat ini, bahkan upacara ini merupakan salah satu dari sekian banyak upacara ritual yang unik dan langka karena tidak menggunakan keranda mayat untuk prosesi pemakamannya. Daerah tersebut merupakan satu-satunya daerah yang sering melakukan upacara ritual tersebut.
Maksud dan tujuan ma’ nene ini sebagai ungkapan rasa syukur kepada para lelehur karena telah menjaga mereka dari segala macam gangguan jahat, hama tanaman yang dapat menghambat panen dan kesialan hidup serta memberikan hasil panen yang melimpah.
Baca Juga : Minyak Kutus-kutus, Oleh-oleh Khas Bali
Ma’nene adalah kegiatan upcara adat yang memadukan upacara kematian, seni dan ritual bahkan sebagai perwujudan dari rasa cinta mereka kepada leluhur, tokoh atau kerabat yang sudah meninggal dunia.
Tradisi Ma’Nene Versi Aluk Todolo
Dalam proses Ma’nene versi Aluk Todolo diawali dengan pertemuan keluarga dalam suatu
rumpun keluarga atau Tongkonan, hal ini bertujuan segala sesuatu yang berkaitan dengan rencana upacara ma’nene dan untuk membicarakan waktu pelaksanaan, persediaan hewan-hewan yang akan dikurbankan dalam upacara ini.
Pertemuan keluarga ini, berupaya untuk mengambil keputusan dan harus disetujui oleh semua pihak. Sehingga orang-orang Aluk Todolo dapat melakukan ritual kepada nenek moyang mereka sebelum waktu pelaksanaannya dimulai. Upacara ma’nene dulunya harus dilakukan disekitar pekuburan tidak boleh dilakukan di Tongkonan atau rumah kerabat yang meninggal.
Upacara ma’nene saat dulu bisa dilakukan oleh semua masyarakat tanpa memandang
status sosialnya, entah itu dari kasta bangsawan, menengah ataupun bawah. Namun, kadangkala dari kasta bangsawan melakukan ma’nene dengan lebih menarik perhatian masyarakat sekitar, dikarenakan mereka mengundang masyarakat untuk ikut serta dalam berbagai kegiatan seni, yaitu ma’dondi, atau ma’badong.
Ma’dondi merupakan kegiatan seni tari-tarian dan nyanyian kedukaan yang dilakukan
oleh para anak muda sambil duduk dengan membentuk lingkaran dan nyanyiannya biasa berisi pantun yang harus dinyanyikan dengan berbalasan dengan maksud untuk menghibur keluarga yang meninggal, tapi untuk saat ini hal seperti itu sudah jarang dilakukan.
Orang yang menganut Aluk Todolo biasa menyebut Ma’nene dengan sebutan Manta’da
yang berarti meminta berkah atau memohon berkah, sehingga dilakukan sebelum acaranya
dimulai agar segala kegiatan yang akan dilaksanakan dengan lancar dan diberkahi oleh nenek
moyang mereka yang telah kembali kepada Puang Deata.
Proses Pelaksanaan Ma’Nene
Waktu pelaksanaan Ma’ Nene pada masyarakat Toraja berbeda-beda, ada beberapa daerah yang melakukan ma’ nene pada waktu tertentu seperti di Kecamatan Awan pada bulan September mereka baru akan melaksanakan proses ritual ma’ nenek sedangkan Kecamatan Panggala akhir bulan agustus sekitar tanggal 25 Agustus sampai tanggal 31 Agustus.
Baca Juga : Tips Menjaga Kebugaran Saat Berwisata
Untuk Lembang Bulu langkan di lakukan sepanjang bulan Agustus. Ma’ nene dalam setiap upacara dilakukan berhari-hari dalam dua atau tiga hari dalam rumpun keluarga serta wajib di lakukan setelah selesai musim panen dikarenakan menurut pesan nenek moyang mereka adanya dewa tanaman yang akan datang merusak semua tanaman jika mereka tidak melakukan syukuran atas berhasilnya panen.
Terlepas dari keunikan ritual ini, tradisi Ma’Nene memiliki makna atau nilai yang dalam
serta pelajaran yang bersifat universal. Dengan membersihkan jasad nenek moyang, masyarakat Lembang Bulu Langkan akan mengerti arti penghormatan terhadap leluhur serta menghargai makna dalamnya hubungan keluarga yang bahkan tidak akan terputus setelah kematian datang.
Keluarga jauh yang berdatangan untuk mengikuti ritual ini pun menggambarkan bahwa jalinan kekerabatan antar keluarga tidak dapat dipisahkan oleh jarak. Apabila diperlukan, harus selalu mengutamakan kepentingan keluarga terlebih dahulu.
Adapun tradisi Ma’Nene juga dilakukan untuk mengenalkan anggota keluarga yang masih
muda dengan para leluhur. Hal ini merupakan pelajaran bahwa mereka tidak boleh melupakan jasa-jasa orang terdahulu terhadap kehidupan mereka saat ini. Itulah beberapa hal yang perlu kamu tahu untuk memahami tradisi Ma’Nene di Toraja yang menunjukkan perbedaan tinggal di desa dan di kota.